Yogyakarta—Ada
banyak cara mengelola organisasi atau komunitas. Abad 21 menawarkan sejumlah
pendekatan baru, menarik, dan inovatif tentang bagaimana mengembangkan
organisasi.
Appreciative Inquiry (AI) termasuk salah-satu pendekatan yang menarik untuk digunakan. Lembaga Pengembangan Sumberdaya Insani (LaPSI) PP IPM mengadakan diskusi rutin pada 28 Februari 2016 dengan tema “Menggerakkan Organisasi Pelajar dengan Appreciative Inquiry”.
Appreciative Inquiry (AI) termasuk salah-satu pendekatan yang menarik untuk digunakan. Lembaga Pengembangan Sumberdaya Insani (LaPSI) PP IPM mengadakan diskusi rutin pada 28 Februari 2016 dengan tema “Menggerakkan Organisasi Pelajar dengan Appreciative Inquiry”.
Bukik Setiawan,
penulis buku Anak Bukan Kertas Kosong, diundang
menjadi pembicara. Bukik Setiawan dikenal sebagai salah-satu praktisi AI di
Indonesia. “Appreciative Inquiry itu
fokus pada upaya generatif, yakni menciptakan atau melahirkan. Jadi, AI tidak
sama dengan berpikir positif” ungkap Bukik menjelaskan posisi AI secara
filosofis.
Diskusi rutin
LaPSI dihadiri oleh aktivis dari organisasi pelajar, mahasiswa, dan pegiat
komunitas. Diskusi yang dilaksanakan di Gedung Dakwah PP Muhammadiyah Jl. KH.
Ahmad Dahlan ini mengundang antusias dari aktivis organisasi. “Saya kira, kita
butuh diskusi intensif soal AI, ini sangat menarik” ungkap seorang peserta dari
UMY.
AI merupakan
metode yang banyak digunakan untuk melakukan pengembangan organisasi. AI
bertopang pada kekuatan bertanya sebagai cara melahirkan sikap generatif
penggerak organisasi. AI termasuk metode pengembangan organisasi non-deficit approach. IPM dalam beberapa
tahun ini sedang mencoba menggunakan AI untuk pengembangan organisasi. AI di
IPM tidak asing, sejak lokakarya tahun 2013 di Gresik, IPM memasukkannya
sebagai bagian dari materi Muktamar Jakarta. AI punya kemampuan untuk mengikat
komitmen aktivis melalui pemaknaan yang generatif atau organik, artinya apresiasi keseharian yang mendorong
transformasi sosial. (@FauAnwar)