![]() |
| PP IPM menerima penghargaan Sociopreneurship Tahun 2015 |
Konon di depan surga berdirilah dosen, dokter dan
ulama. Dulunya selama di dunia si dosen telah mendidik banyak mahasiswa, si
dokter telah menyembuhkan banyak orang sakit dan si ulama telah membimbing
banyak orang yang berdosa. Walhasil, masing-masing menganggap dirinya paling
berjasa, sehingga merasa berhak untuk masuk surga paling dulu. Mereka pun
berebut.
Tiba-tiba datanglah pengusaha. Anda tahu apa kata
mereka? Si dosen langsung menyambut, “Nah ini dia pengusaha kita! Beliaulah
yang membangun kampus kami.” Si dokter pun berseru, “Beliau juga banyak
membantu klinik kami”. Si ulama turut melengkapi, “Beliau juga donatur tetap
tempat ibadah kami”. Akhirnya mengingat jasa-jasa si pengusaha, maka baik
dosen, dokter, maupun ulama rela untuk mengalah. Mereka bertiga sepakat untuk
mempersilakan pengusaha untuk masuk surga paling dulu.
Menjadi pengusaha menjadikan kita
memiliki banyak kesempatan untuk membantu orang lain. Berdagang pun menjadi
pekerjaan Nabi Muhammad ketika muda. Bahkan Nabi Muhammad bisa menjadi kaya raya
dalam usia muda. Begitupun sahabat-sahabat Nabi lainnya, banyak yang menjadi
pengusaha sukses dan memberikan kontribusi besar bagi perkembangan umat islam.
Sebut saja Abu Bakar Ash Shidiq, Usman bin Affan, Abdurrahman bin ‘Auf, dll.
Tradisi berdagang oleh para
pendakwah tidak hanya berhenti di zaman nabi. Penyebaran agama islam di
Indonesia tidak terlepas dari peran pedagang asal Gujarat, India yang berdagang
di Semananjung Aceh. KHA Dahlan sebagai pendiri Muhammadiyah pun memilih
menjadi pengusaha batik sebagai sumber penghidupan keluarga. Bahkan, hasil
berdagang batiknya menjadi sumber penghidupan Muhammadiyah di awal-awal
berdirinya. Jadi dengan berdagang atau berwirausaha kita telah mencontoh nabi
dan menjalankan tradisi baik para pendakwah.
Ada beberapa hal yang menjadi
pertimbangan asyik, mengapa kita harus berwirausaha, simak ulasannya sebagai
berikut:
Meningkatkan kesalehan sosial
Usaha
yang semakin berkembang tentu akan semakin banyak menyerap tenaga kerja. Dengan
banyaknya tenaga kerja yang bekerja di tempat usaha kita, berarti kita telah
membantu menyalurkan/ membuka pintu rezeki orang lain dari Allah. Secara
otomatis kita bekerja tidak hanya bertanggung jawab terhadap diri kita atau
keluarga kita, tapi juga bertanggungjawab terhadap kehidupan orang lain.
Inilah yang akan mendorong kita
untuk memiliki rasa kepedulian lebih atau meningkatkan kesalehan sosial.
Memperjuangkan usaha tidak hanya memperjuangkan keuntungan, tetapi juga
memperjuangkan kebermanfaatan untuk orang lain. Mendirikan usaha berarti
membuka lapangan kerja baru untuk orang lain, mengurangi angka pengangguran.
Membuat orang lain lebih menggunakan waktu luangnya untuk kegiatan bermanfaat
ketimbang menganggur. Ketika usaha sedang jatuh atau tertekan, maka ada
dorongan sosial yang dirasakan seorang pengusaha untuk bangkit kembali. Karena
ketika usahanya jatuh, banyak orang-orang yang akan merasa kesulitan atau
bingung untuk memenuhi nafkah keluarganya.
Dalam
konteks makro, pengusaha tidak hanya membantu meningkatkan kesejahteraan orang
lain, tetapi kesejahteraan suatu negara, keren kan?. Negara-negara maju umumnya
memiliki persentase jumlah pengusaha yang tinggi dari total jumlah penduduknya.
Contohnya negara sebelah kita, Singapura yang memiliki jumlah pengusaha sebesar
7%. Indonesia hanya memiliki 1,56% jumlah pengusaha, padahal Bank Dunia
mensyaratkan standar persentase pengusaha di Indonesia sebesar 4% (https://m.tempo.co/read/news/2016/05/23/092773404/menangkan-mea-jokowi-ri-perlu-5-8-juta-pengusaha-muda-baru).
Membangun mesin amal jariyah
Ada Kisah heroik yang patut
menjadi teladan kita ketika Usman bin Affan membeli sebuah sumur dari seorang
yahudi untuk dikonsumsi penduduk Madinah secara gratis. Penduduk Madinah awal mulanya
kesulitan membeli air ke yahudi karena harganya sering dinaikkan sesukanya.
Yahudi tersebut memiliki satu-satunya sumur produktif yang ada di Madinah.
Akhirnya Usman bin Affan membeli
sumur tersebut melalui negosiasi bisnis yang alot. Tercapailah kesepakatan
pembelian sumur tersebut, dimana Usman bin Affan tidak dapat membeli
keseluruhan sumur tersebut. Sumur tersebut dapat dipakai satu hari oleh si
yahudi, dan satu hari setelahnya dipakai oleh Usman bin Affan, begitu
seterusnya dipakai secara bergantian. Usman bin Affan tiba-tiba menggratiskan
penggunaan air pada saat jatahnya memakai, otomatis keesokan harinya penduduk
Madinah tidak ada yang memerlukan air dan membeli ke si yahudi. Akhirnya si yahudi
tersebut menjual sumur seluruhnya kepada Usman.
Menjadi
seorang pengusaha memungkinkan kita memiliki kemampuan yang lebih terutama
kemampuan finansial. Dengan kemampuan finansial yang memadai tentu kita bisa
membantu banyak orang dan juga perjuangan dakwah seperti yang dicontohkan para
sahabat. Usman bin Affan, tanpa kemampuan finansial yang memadai tentu tidak
mampu membeli sumur dan mewakafkannya kepada umat. Wakaf yang berupa sumur
tersebut akhirnya menjadi mesin amal jariyah yang terus menerus mengalir
pahalanya selama masih digunakan oleh umat walaupun Usman bin Affan r.a sudah
wafat.
Pengusaha, Kaya Raya Wajar!
Jika
kita melihat daftar orang terkaya di dunia atau di Indonesia, apa kira-kira
profesi utama mereka? Tentu hampir seluruhnya berprofesi sebagai wirausahawan
atau pengusaha. Jika seorang politisi memiliki kekayaan yang mencengangkan, akan
banyak yang mengira itu berasal dari sumber yang tidak benar. Iyakan? Lhawong
gajinya bisa dilihat dan dihitung dengan
jelas, itupun tidak seberapa. Begitu juga dengan PNS, guru, karyawan, dll yang
memiliki gaji tetap dan jelas perhitungannya akan membingungkan jika memiliki
kekayaan luar biasa.
Jadi kalau mereka kaya raya tanpa
ada penghasilan dari sumber lain yang jelas dan halal, tentu mencurigakan
bukan? Berbeda halnya dengan pengusaha, jika mereka kaya raya mungkin kita akan
bergumam “hmmm, wajarlah pengusaha!”. Menjadi pengusaha lantas kaya raya itu
wajar! Tapi menjadi karyawan atau politisi dan kaya raya bisa jadi mencurigakan
apalagi kalau tidak tahan akan godaan jalan pintas. Di era digital ini
penghasilan seorang pengusaha terutama di bidang teknologi tidak hanya memiliki
penghasilan yang menanjak seperti umumnya, tapi mampu berlipat secara
eksponensial secara grafik.
Cepat meningkatkan kemampuan diri
Dunia
bisnis adalah dunia kompetisi. Saling berkompetisi dan inovasi untuk menjadi
leader atau yang terbaik menjadi makanan sehari-hari para pengusaha. Sekali
kalah bersaing, maka rugi akan menghantui, bahkan bisa berakhir bangkrut.
Inilah yang membuat pengusaha senantiasa belajar dan mengembangkan diri.
Umumnya pengusaha belajar multidisiplin ilmu agar bisnisnya bisa berkembang ke
berbagai lini. Banyaknya pelatihan bisnis dengan berbagai jenis dan buku bisnis
memfasilitasi pengusaha untuk belajar banyak hal tanpa perlu mengenyam
pendidikan formal.
Bebas memilih dan bebas membuat aturan
Menjadi
pengusaha bisa berlaku bebas, tapi tetap ada batasannya, terutama tetap dalam
koridor syariat agama dan aturan undang-undang. Contoh asyiknya nih, pengusaha
dapat menentukan waktu liburan kapan saja. Membuka atau menutup tokonya sesuai
keinginan, sehingga lebih luwes jika memiliki agenda mendadak yang lebih
mendesak. Aturan-aturan yang berlaku di perusahaannya pun dapat dibuat sesuai
keinginan. Bahkan aturan perusahaan miliknya bisa tidak berlaku bagi si
pengusaha. Seorang pengusaha juga tidak bingung dengan karirnya, karena memang
karirnya tidak pernah naik, selalu menjadi owner. Hal ini membuat pengusaha
lebih bebas beraktivitas dan leluasa mengatur waktu yang dimilikinya.
Peluang Ekonomi Indonesia untuk Maju
Selain
pertimbangan faktor kelebihan dan kekuatan yang dapat dimiliki ketika menjadi
pengusaha, kita perlu melihat faktor peluang menjadi pengusaha. Semua hal yang
tidak diharamkan dapat diperjual belikan dan diperdagangkan, sehingga peluang
berwirausaha secara mendasar tidak akan pernah tertutup. Berdasarkan data
baru-baru ini, peluang Indonesia untuk tumbuh pesat perekonomiannya sangat
terbuka lebar. Tentu ini bisa jadi angin segar bagi pengusaha untuk melejitkan
usahanya.
Berdasarkan estimasi yang
dilakukan International Monetary Fund (IMF), pada 2016,
perekonomian dunia dikuasai oleh 10 negara, yaitu Cina, Amerika Serikat, India,
Jepang, Jerman, Rusia, Brazil, Indonesia, Inggris dan Perancis. Mulai 2016,
pertumbuhan ekspor Indonesia diproyeksikan akan berada di atas impor dengan
rata-rata pertumbuhan per tahunnya akan mencapai 8,29 persen hingga 2021. Hal
ini menunjukkan berkurangnya ketergantungan Indonesia terhadap negara lain.
Serta, posisi Indonesia semakin diperhitungkan pada perdagangan dunia.
Price waterhouse Coopers
(PwC) melakukan studi terkait posisi emerging market pada tahun 2050. Indonesia
sendiri diprediksi akan menempati posisi ke empat sebagai kontributor terbesar
GDP dunia mengalahkan Jepang, Jerman dan Inggris. Pada 2050, PwC memproyeksikan
nilai GDP Indonesia akan mencapai $10,5 triliun (PPP, Konstan 2016=100) atau
tumbuh CAGR 3,38% dari 2030. Nilai GDP Indonesia pada 2030 sendiri
diproyeksikan sebesar $5,4 triliun.
Dari pembahasan diatas, banyak
kelebihan dan peluang besar yang dapat kita ambil ketika memilih untuk
berwirausaha. Pun ketika kita memang memilih karir atau profesi lain, wirausaha
dapat menjadi profesi suplemen atau pendamping untuk meraih
kesuksesan-kesuksesan di lini lain. Saya sediri dengan menulis tulisan ini
semakin bersemangat untuk menjadi wirausahawan sukses. Amin. Dan akhirnya hanya
ada satu pernyataan yang pantas menjadi penutup dalam tulisan ini. Jangan
berwirausaha kalau tidak siap sukses!. Wallahu ‘alam.
Daftar Pustaka
DailySocial
Indonesia TechStartup Report 2016
Santosa,
Ippho. 2007. 10 Jurus Terlarang! Kok Masih Mau Bisnis Cara Biasa!. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.
Rumah
Perubahan. 2003. Modul Kewirausahaan s1. Jakarta: Rumah Perubahan.
https://m.tempo.co/read/news/2016/05/23/092773404/menangkan-mea-jokowi-ri-perlu-5-8-juta-pengusaha-muda-baru
http://tirto.id/mengukur-kekuatan-ekonomi-indonesia-tahun-2021-ckj3
*) Penulis adalah Azhar Nasih Ulwan, Ketua PP IPM Bidang Pengembangan Kreativitas dan Kewirausahaan sekaligus pemilik usaha Arto Konveksi
